Posted by : rian dairy
Kamis, 27 Februari 2014
BANDUNG
LAUTAN API
Peristiwa Bandung
Lautan Api adalah peristiwa kebakaran
besar yang terjadi di kota Bandung,
provinsi Jawa Barat, Indonesia
pada 24 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000
penduduk Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di
daerah selatan
Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu
dan tentara NICA Belanda
untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang
Kemerdekaan Indonesia.
Latar
belakang
Pasukan Inggris
bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan
pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar semua senjata api yang ada di
tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka. Orang-orang
Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan
tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan
bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 21 November
1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap
kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel
Homann dan Hotel Preanger
yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan
ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh
penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara
Republik Indonesia (TRI, sebutan bagi TNI pada saat itu) meninggalkan kota Bandung
mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumihangus".
Para pejuang pihak Republik
Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak
Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung
diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan
Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946[2]. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI
mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung.
Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan
kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat
dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas
strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara
dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran
sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung,
di mana terdapat gudang amunisi besar milik Tentara
Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha
dan Ramdan,
dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk
menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang
tersebut dengan dinamit.
Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di
dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di
dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut
dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih
pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api
masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan
strategi yang tepat dalam Perang
Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak
sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah
peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara
gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya
masih menjadi bahan perdebatan.
Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo, Halo Bandung" secara resmi
ditulis, menjadi kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik
Indonesia alami saat itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang
telah menjadi lautan api.