Posted by : rian dairy Minggu, 02 Maret 2014




RESENSI NOVEL 

TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK

1.      Identitas Buku
Ø  Judul : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Ø  Nama pengarang : HAMKA ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah)
Ø  Kota penerbit : Pulogadung, Jakarta Timur
Ø  Tahun penerbit : 2011
Ø  Jumlah halaman : 198 hlm
Ø  Panjang dan Tebal buku : 14,8 x 21 cm
Ø  Nomor ISBN: 978-979-690-930-2
Ø  Harga buku : Rp. 68.000,-

2.      Pratinjau
Ø  Luar biasa. Begitulah kesan yang tersirat setelah membaca buku ini. Bagaimana tidak? Alur cerita dan gaya bahasa yang disuguhkannya mampu dikemas begitu apik dari awal hingga akhir. Ditinjau dari segi intrinsiknya, novel ini bisa dibilang hampir tanpa cela. Sebab di setiap peristiwa, HAMKA dengan cerdas menggambarkan karakteristik dan deskripsi yang begitu kuat pada tiap karakternya. Sehingga pembaca bisa dengan mudah menafsirkan arah jalan ceritanya. Bahasanya pun sangat memikat, dengan dibumbui ragam kekayaan bahasa dan imajinasi yang luas. Novel ini memiliki kekayaan bahasa sekaligus keteraturan berbahasa Indonesia. Dimulai dari istilah- istilah saintifik, humor metaforis, hingga dialek dan sastra melayu bertebaran di sepanjang halaman. Mulanya, cerita ini lebih bernuansa komikal dengan latar kenakalan remaja pada umumnya.. Namun lebih dalam menjelajahi setiap makna kata demi kata, terasalah begitu kuat karakter yang muncul di tiap-tiap tokohnya. Terlebih saat HAMKA membawa kita ke dalam kenyataan hidup yang harus dihadapi tokoh ZAINUDDIN yang mimpinya seakan sudah mencapai titik kemustahilan, dan dengan sensasi filosofis HAMKA kembali membangkitkan obor semangat meraih mimpi.

3.      Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik
Ø  Tema : Roman
Ø  Tokoh dan penokohan :
a.       Zainuddin (budipekertinya baik)
b.      Hayati (lemah lembut)
c.       Pendekar sutan (cinta keluarga)
d.      Daeng habibah (lemah lembut)
e.       Mak base (baik hati)
f.       Aziz (penjudi)
g.       Khadijah (suka merendahkan orang lain)
h.      Muluk (baik hati)

Ø  Alur : alur campuran
Alur yang digunakan cerita dalam novel “Tenggelamnya Kapal VanDerWijck” adalah menggunakan alur Campuran. Diawal cerita, pengarang mengawalinya dengan pengenalan sosok Zainudin . Dalam mengenalkan sosok Zainudin pengarang memaparkan kejadian masa lampau dalam suatu wilayah Batipuh Sapuluh Koto (Padang Panjang) kira-kira 30 tahun silam. Cerita masa lalu itu merupakan latar belakang keluarga dari Zainudin .
Ø  Latar
Latar tempat dalam roman tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah berlatar diberbagai tempat yaitu Mengkasar , Minangkabau, Jakarta, dan Surabaya. Hal itu dibuktikan pada kutipan-kutipan Novel dibawah ini.
Kutipan 1
Di tepi pantai, diantara kampung Baru dan Kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentukMengkasar , yang salah satu jendelanya menghadap kelaut. Disanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduj termenung seorang dirinya menghadapkan mukanya kelaut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam dilautan Mengkasar , rupanya pikirannya telah melayang jauh sekali, kebalik yang tak tampak dimata, dari lautan dunia pindah kelautan khayal.
Kutipan 2
Bilamana Zainudin telah sampai ke Padang panjang, Negeri yang ditujunya, telah diteruskannya perjalanan ke Dusun Batipuh,….
Kutipan 3
Ditinggalkannya Pulau Sumatera, masuk ke Tanah Jawa, medan perjuangan penghidupan yang lebih luas. Sesampinya di Jakarta, di sewanya sebuah kamar kecil disuatu kampung yang sepi, bersama sahabatnya Muluk.
Kutipan 4
Pergaulan dalam kota Surabaya pun tidak luas, terutamaa dalam kalangan kaum pengarang, wartawan-wartawan, pemimpin-pemimpin rakyat.
Waktu yang menjadi latar dalam roman tenggelammya kapal Van Der Wijck yaitu Pagi, Siang, Sore dan Malam hari.
Kutipan 1
Pagi-pagi, sebelum perempuan-perempuan membawa niru dan tampian kesawah,……
Kutipan 2
Demikian seketika lohor hampir habis, orang tua itu pun pulang kerumahnya, diiringi oleh kedua cucunya.
Lohor disini adalah waktu dzuhur, waktu yang terjadi pada siang hari.
Kutipan 3
Matahari pun mulai bersembunyi kebalik Gunung Singgalang. Dan dari sebuah surau di kampung yang jauh kedengaran bunyi tabuh, diiringkan oleh suara azan …. Hayya alal falaah!
Kutipan 4
Semalam itu, Zainudin dikerumuni oleh mimpi-mimpi yang indah.
Sedangkan latar suasana yang diangkat dalam cerita roman tenggelamnya kapal Van Der Wijck adalah suasana yang amat kental dengan adat Minangkabau.
Tidak berapa jauh dari rumah bakonya itu, ada pula rumah adat yang indah dan kokoh, menurut bentuk adat istiadat Minangkabau, bergonjot empat, beratap ijuk dan bertahtakan timah. Diujung kedua pihak itu ada anjung peranginan, serambi muka bergonjong pula, lumbung empat buah berlerat dihalaman.

Ø  Amanat
Ada beberapa amanat yang disampaikan pengarang dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wujck. Antara lain:
a) Menyampaikan bahwa pendidikan itu sangatlah penting. Hal ini disampaikan lewat tokohnya Zainudin yang merantau kenegeri seberang untuk menuntut ilmu agama yang karena di padang telah banyak terdapat sekolah-sekolah agama.
b) Mengambil keputusan hendaknya dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Setelah segala permintaan dari pihak Aziz disampaikan orang kepada Datuk … dan kepada segala ninik mamak yang berkuasa di dalam rumah nan gadang itu; setelah sampai pula surat yang dikirimkan Zainudin , diadakanla permusyawaratan ninik mamak menurut adat yang dipakai.
c) Dalam bertindak hendaknya berdasarkan norma-norma sosial. Dalam novel ini diceritakan kisah percintaan Hayati dan Zainudin . Dalam pertemuan antara keduanya, mereka tidak hanya berdua, Hayati selalu ditemani oleh Ahmad, adiknya. Hal itu dilakukan agar tidak menjadi fitnah ditengah kehidupan bermasyarakat.
d) Saat kita sedang menghadapi suatu masalah sebaiknya kita berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa meminta pertunjuk. Begitulah yang dilakukan Hayati dan Zainudin saat mereka bingung mengenai perasaannya. Berikut kutipannya:
Maka dalam malam yang hening itu, naiklah dua doa permohonan gaib, permohonan dari dua makhluk yang lemah dan memohon persandaran, yang keduanya tentu akan diterima Tuhan dengan segenap keadilan.
e) Jangan memelihara dendam kepada orang lain. Walupun orang lain itu telah menyakiti hati kita. Hal ini di sampaikan penulis lewat tokoh Zainudin . Zainudin tidak sedikit pun menaruh dendam kepada Hayati dan Aziz yang telah begitu menyakiti hatinya. Dia bahkan membantu mereka saat dalam kesusahan. Menampung mereka karena rumah mereka disurabaya disita orang karena terbelit hutang.
f) Selalu menjaga amanat. Hal ini dilakukan oleh tokoh Muluk yang senantiasa menjaga rahasia Zainudin . Tidak hanya lewat tokoh Muluk pesan itu disampaikan, namun juga lewat tokoh Mak Base, ibu angkat Zainudin . Dia menjaga warisan yang ditinggalkan ayahnya Zainudin dengan tidak menyalahgunakan harta tersebut.

Ø  Sudut pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang untuk merangkai cerita dalam novel tenggelamnya kapal Van Der Wijck menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal. Karena pengarang dalam bercerita menyebutkan langsung nama dan menggunakan kata ganti orang ketiga yaitu”dia”. Berikut kutipannya
Tak dapat Zainudin mengatakan dia orang Padang, tak kuasa lidahnya menyebutnya dia orang Minangkabau. Dan dia tidak berhak diberi gelar pusaka, sebab dia tidak bersuku.
Ø  Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam merangkai cerita adalah menggunakan bahasa melayu yang baku dan dan penggunaan gaya bahasa perumpamaan yang mencolok dalam cerita. Pemilihan kata yang digunakan juga tampak lebih mengedepankan kata-kata yang mengandung unsur-unsur keindahan sehingga nampak sekali bahasa sastranya. Hal itu dibuktikan dalam kutipan:
Kutipan 1
Mereka bertangis-tangisan, karena berat sangka Mak Base bahwa Zainudin tidak akan bertemu dengan dia lagi.
Kutipan 2
Sekarang “hati” itu telah kembali, sebab … mencintai Hayati!
Tiba-tiba, timbul pulalah seruan dari jiwanya kepada Tuhan yang melindungi seluruh alam, diserukannya diwaktu tengah malam demikian, di waktu segala do’a makbul. “pujianku tetaplah pada-Mu, ya Illahi! Saya telah beroleh hidup seorang perempuan tempat saya mengadu hal. Perempuan yang budiman, adalah laksana matahari yang terbit di waktu fajar bagi orang yang menunggu kedatangan siang. Permpuan yang budiaman adalah laksana surat jendral yang dikirim dari medan perang menyatakan kemenangan kepada raja yan gmengutusnya. Dia adalah sebagai udara, tampang kehidupan yang akan dihisap oleh manusia dalam nafasnya yang turun naik.”
Kutipan 3
“Bagaimana kalau dia makan hati berulam janutung, sebab maksudnya tidak sampai. Berapa banyaknya gadis-gadis yang membunuh diri lantaran tidak bertemu dengan yang dicintainya, atau dia mati merana saja?” Kata Limah
Ø  Nilai social :
Ø  Nilai budaya
Ø  Nilai agama
Ø  Nilai estetika

4.      Kelemahan buku :
Label yang diberikan penerbit seharusnya sama dengan apa yang ditulis oleh penulis. Bukan sebuah “novel” tapi sebuah “memoar”.

5.      Kelebihan buku
1.      Cover buku cukup menarik dan sesuai dengan keadaan penulis pada saat itu yang menjadi seorang mahasiswa di Yogjakarta. (yaitu diikut sertakannya tugu Yogja pada Cover tsb.)
2.      Buku ini menceritakan kisah dari seorang mahasiswa.
3.      Buku ini ditulis dengan jujur dan apa adanya, tidak ada dramatisasi kisah seperti layaknya sebuah novel yang diangkat dari kisah nyata. 
4.      Buku ini mengajarkan kita akan arti perjuangan yang akan sia-sia tanpa pengorbanan dan usaha yang keras.

6.      Synopsis
Di wilayah Mengkasar, di tepi pantai, di antara Kampung Baru dan Kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar. Di sanalah hidup seorang pemuda berumur 19 tahun. Pemuda itu bernama Zainuddin. Saat ia termenung, ia teringat pesan ayahnya ketika akan meninggal. Ayahnya mengatakan bahwa negeri aslinya bukanlah Mengkasar.
Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) 30 tahun lampau, seorang pemuda bergelar Pendekar Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih, yang merupakan pewaris tunggal harta peninggalan ibunya. Karena tak bersaudara perempuan, maka harta bendanya diurus oleh  mamaknya. Datuk Mantari labih hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untuk kemenakannya tak boleh menggunakannya. Hingga suatu hari, ketika Pendekar Sutan ingin menikah namun tak diizinkan menggunakan hartany atersebut, terjadilah pertengkaran yang membuat Datuk Mantari labih menemui ajalnya. Pendekar Sutan ditangkap, saat itu ia baru berusia 15 tahun. Ia dibuang ke Cilacap, kemudian dibawa ke Tanah Bugis. Karena Perang Bone, akhirnya ia sampai di Tanah Mengkasar. Beberapa tahun berjalan, Pendekar Sutan bebas dan menikah dengan Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama islam keturunan Melayu. Empat tahun kemudian, lahirlah Zainuddin.
Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian ayahnya menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base. Pada suatu hari, Zainuddin meminta izin Mak Base untuk pergi ke Padang Panjang, negeri asli ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi.
Sampai di Padang Panjang, Zainuddin langsung menuju Negeri Batipuh. Sesampai di sanan, ia begitu gembira, namun lama-lama kabahagiaannya itu hilang karena semuanya ternyata tak seperti yang ia harpakan. Ia masih dianggap orang asing, dianggap orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa malang dirinya, karena di negeri ibunya ia juga dianggap orang asing, orang Padang. Ia pun jenuh hidup di padang, dan saat itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya gelisah, menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari surat-menyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan kahirnya saling cinta.
Kabar kedekatan mereka tersiar luas dan menjadi bahan gunjingan semua orang Minang. Karena keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi keluarganya. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi kemaslahatan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh.
Zainuddin pindah ke Padang Panjang dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati datang ke Padang Panjang. Ia menginap di rumah temannya bernama Khadijah. Satu peluang untuk melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu terhalang oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz, kakak Khadijah yang juga tertarik oleh kecantikan Hayati.
Mak Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia akhirnya mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh. Hal itu bersamaan pula dengan datangnyarombongan dari pihak Aziz yang juga hendak melamar Hayati. Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati dan menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih beradab.
Zainuddin tak kuasa menerima penolakan tersebut. Apalagi kata sahabatnya, Muluk, Aziz adalah seorang yang bejat moralnya. Hayati juga merasakan kegetiran. Namun apalah dayanya di hadapan ninik mamaknya. Setelah pernikahan Hayati, Zainuddin jatuh sakit.
Untuk melupakan masa lalunya, Zainuddin dan Muluk pindah ke Jakarta. Di sana Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya menulis. Karyanya dikenal masyarakat dengan nama letter “Z”. Zainuddin dan Muluk pindah ke Surabaya, dan ia pun akhirnya menjadi pengarang terkenal yang dikenal sebagai hartawan yang dermawan.
Hayati dan Aziz hijrah ke Surabaya. Semakin lama watak asli Aziz semakin terlihat juga. Ia suka berjudi dan main perempuan. Kehidupan perekonomian mereka makin memprihatinkan dan terlilit banyak hutang. Mereka diusir dari kontrakan, dan secara kebetulan mereka bertemu dengan Zainuddin. Mereka singgah di rumah Zainuddin. Karena tak kuasa menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, Aziz meninggalkan istrinya untuk mencari pekerjaan ke Banyuwangi.
Beberapa hari kemudian, datang dua surat dari Aziz. Yang pertama berisi surat perceraian untuk Hayati, yang kedua berisi surat permintaan maaf dan permintaan agar Zainuddin mau menerima Hayati kembali. Setelah itu datang berita bahwa Aziz ditemukan bunuh diri di kamarnya. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi kepadanya. Namun karena masih merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh Hayat pulang ke kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang dengan menumpang Kapal Van Der Wijck.
Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup tanpa Hayati. Apalagi setelah membaca surat Hayati yang bertulis “aku cinta engkau, dan kalau kumati, adalah kematianku di dalam mengenang engkau.” Maka segeralah ia hendak menyusul Hayati ke Jakarta. Saat sedang bersiap-siap, tersiar kabar bahwa kapal Van Der Wijck tenggelam. Seketika Zainuddin langsung syok, dan langsung pergi ke Tuban bersama Muluk untuk mencari Hayati.
Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang terbarng lemah sambil memegangi foto Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam dekapan Zainuddin.
Sejak saat itu, Zainuddin menjadi pemenung. Dan tanpa disadari siapapun ia meninggal dunia. Kata Muluk, Zainuddin meninggal karena sakit. Ia dikubur bersebaelahan dengan pusara Hayati.

7.      Biografi pengarang
Tahun 1928, ia menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah. Dua tahun kemudian, ia menjadi konsultan Muhammadiyah di Makassar. Kemudian, ia juga terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah. Ia menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada 1946.
Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi Ketua Barisan Pertahanan Nasional Indonesia. Pada 1953, Hamka terpilih sebagai Penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Namun, pada 1981 ia meletakkan jabatan tersebut karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Dari 1964 hingga 1966, Hamka selalu dipenjarakan oleh Presiden Soekarno. Ia dituduh pro-Malaysia. Selama di penjara, ia menulis Tafsir Al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, ia diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia, dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia. Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik. Hamka juga seorang wartawan, penulis, dan editor. Sejak 1920-an, ia menjadi wartawan beberapa surat kabar, seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada 1928, ia menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada 1932, ia menerbitkan majalah Al-Mahdi di Makasar. Ia juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif, seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya adalah Tafsir Al-Azhar (5 jilid). Di antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastra di Malaysia dan Singapura adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan Merantau ke Deli. Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabaangsa, seperti kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas Al-Azhar pada 1958, Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia pada 1974, dan gelar Datuk Indono dan Pangeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Hamka wafat pada 24 Juli 1981. Jasa dan pengaruh Hamka masih tersisa hingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Ia bukan saja diterima sebagai tokoh, ulama, sastrawan di tanah kelahirannya. Jasa Hamka juga dikenal di Malaysia dan Singapura.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Rian Is My Name - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -