Posted by : rian dairy
Minggu, 02 Maret 2014
RESENSI NOVEL
TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
1.
Identitas
Buku
Ø
Judul
: Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Ø
Nama
pengarang : HAMKA ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah)
Ø
Kota
penerbit : Pulogadung, Jakarta Timur
Ø
Tahun
penerbit : 2011
Ø
Jumlah
halaman : 198 hlm
Ø
Panjang
dan Tebal buku : 14,8 x 21 cm
Ø
Nomor
ISBN: 978-979-690-930-2
Ø
Harga
buku : Rp. 68.000,-
2.
Pratinjau
Ø
Luar
biasa. Begitulah kesan yang tersirat setelah membaca buku ini. Bagaimana tidak?
Alur cerita dan gaya bahasa yang disuguhkannya mampu dikemas begitu apik dari
awal hingga akhir. Ditinjau dari segi intrinsiknya, novel ini bisa dibilang
hampir tanpa cela. Sebab di setiap peristiwa, HAMKA dengan cerdas menggambarkan
karakteristik dan deskripsi yang begitu kuat pada tiap karakternya. Sehingga
pembaca bisa dengan mudah menafsirkan arah jalan ceritanya. Bahasanya pun
sangat memikat, dengan dibumbui ragam kekayaan bahasa dan imajinasi yang luas.
Novel ini memiliki kekayaan bahasa sekaligus keteraturan berbahasa Indonesia.
Dimulai dari istilah- istilah saintifik, humor metaforis, hingga dialek dan
sastra melayu bertebaran di sepanjang halaman. Mulanya, cerita ini lebih
bernuansa komikal dengan latar kenakalan remaja pada umumnya.. Namun lebih
dalam menjelajahi setiap makna kata demi kata, terasalah begitu kuat karakter
yang muncul di tiap-tiap tokohnya. Terlebih saat HAMKA membawa kita ke dalam
kenyataan hidup yang harus dihadapi tokoh ZAINUDDIN yang mimpinya seakan sudah
mencapai titik kemustahilan, dan dengan sensasi filosofis HAMKA kembali
membangkitkan obor semangat meraih mimpi.
3.
Unsur
Instrinsik dan Ekstrinsik
Ø
Tema
: Roman
Ø
Tokoh
dan penokohan :
a.
Zainuddin
(budipekertinya baik)
b.
Hayati
(lemah lembut)
c.
Pendekar
sutan (cinta keluarga)
d.
Daeng
habibah (lemah lembut)
e.
Mak
base (baik hati)
f.
Aziz
(penjudi)
g.
Khadijah
(suka merendahkan orang lain)
h.
Muluk
(baik hati)
Ø
Alur
: alur campuran
Alur yang digunakan cerita dalam
novel “Tenggelamnya Kapal VanDerWijck” adalah menggunakan alur Campuran. Diawal
cerita, pengarang mengawalinya dengan pengenalan sosok Zainudin . Dalam
mengenalkan sosok Zainudin pengarang memaparkan kejadian masa lampau dalam
suatu wilayah Batipuh Sapuluh Koto (Padang Panjang) kira-kira 30 tahun silam.
Cerita masa lalu itu merupakan latar belakang keluarga dari Zainudin .
Ø
Latar
Latar tempat dalam roman
tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah berlatar diberbagai tempat yaitu
Mengkasar , Minangkabau, Jakarta, dan Surabaya. Hal itu dibuktikan pada
kutipan-kutipan Novel dibawah ini.
Kutipan 1
Di tepi pantai, diantara kampung Baru dan Kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentukMengkasar , yang salah satu jendelanya menghadap kelaut. Disanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduj termenung seorang dirinya menghadapkan mukanya kelaut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam dilautan Mengkasar , rupanya pikirannya telah melayang jauh sekali, kebalik yang tak tampak dimata, dari lautan dunia pindah kelautan khayal.
Kutipan 1
Di tepi pantai, diantara kampung Baru dan Kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentukMengkasar , yang salah satu jendelanya menghadap kelaut. Disanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduj termenung seorang dirinya menghadapkan mukanya kelaut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam dilautan Mengkasar , rupanya pikirannya telah melayang jauh sekali, kebalik yang tak tampak dimata, dari lautan dunia pindah kelautan khayal.
Kutipan 2
Bilamana Zainudin telah sampai ke Padang panjang, Negeri yang ditujunya, telah diteruskannya perjalanan ke Dusun Batipuh,….
Bilamana Zainudin telah sampai ke Padang panjang, Negeri yang ditujunya, telah diteruskannya perjalanan ke Dusun Batipuh,….
Kutipan 3
Ditinggalkannya Pulau Sumatera, masuk ke Tanah Jawa, medan perjuangan penghidupan yang lebih luas. Sesampinya di Jakarta, di sewanya sebuah kamar kecil disuatu kampung yang sepi, bersama sahabatnya Muluk.
Ditinggalkannya Pulau Sumatera, masuk ke Tanah Jawa, medan perjuangan penghidupan yang lebih luas. Sesampinya di Jakarta, di sewanya sebuah kamar kecil disuatu kampung yang sepi, bersama sahabatnya Muluk.
Kutipan 4
Pergaulan dalam kota Surabaya pun tidak luas, terutamaa dalam kalangan kaum pengarang, wartawan-wartawan, pemimpin-pemimpin rakyat.
Pergaulan dalam kota Surabaya pun tidak luas, terutamaa dalam kalangan kaum pengarang, wartawan-wartawan, pemimpin-pemimpin rakyat.
Waktu yang menjadi
latar dalam roman tenggelammya kapal Van Der Wijck yaitu Pagi, Siang, Sore dan
Malam hari.
Kutipan 1
Pagi-pagi, sebelum perempuan-perempuan membawa niru dan tampian kesawah,……
Pagi-pagi, sebelum perempuan-perempuan membawa niru dan tampian kesawah,……
Kutipan 2
Demikian seketika lohor hampir habis, orang tua itu pun pulang kerumahnya, diiringi oleh kedua cucunya.
Lohor disini adalah waktu dzuhur, waktu yang terjadi pada siang hari.
Demikian seketika lohor hampir habis, orang tua itu pun pulang kerumahnya, diiringi oleh kedua cucunya.
Lohor disini adalah waktu dzuhur, waktu yang terjadi pada siang hari.
Kutipan 3
Matahari pun mulai bersembunyi kebalik Gunung Singgalang. Dan dari sebuah surau di kampung yang jauh kedengaran bunyi tabuh, diiringkan oleh suara azan …. Hayya alal falaah!
Matahari pun mulai bersembunyi kebalik Gunung Singgalang. Dan dari sebuah surau di kampung yang jauh kedengaran bunyi tabuh, diiringkan oleh suara azan …. Hayya alal falaah!
Kutipan 4
Semalam itu, Zainudin dikerumuni oleh mimpi-mimpi yang indah.
Sedangkan latar suasana yang diangkat dalam cerita roman tenggelamnya kapal Van Der Wijck adalah suasana yang amat kental dengan adat Minangkabau.
Tidak berapa jauh dari rumah bakonya itu, ada pula rumah adat yang indah dan kokoh, menurut bentuk adat istiadat Minangkabau, bergonjot empat, beratap ijuk dan bertahtakan timah. Diujung kedua pihak itu ada anjung peranginan, serambi muka bergonjong pula, lumbung empat buah berlerat dihalaman.
Semalam itu, Zainudin dikerumuni oleh mimpi-mimpi yang indah.
Sedangkan latar suasana yang diangkat dalam cerita roman tenggelamnya kapal Van Der Wijck adalah suasana yang amat kental dengan adat Minangkabau.
Tidak berapa jauh dari rumah bakonya itu, ada pula rumah adat yang indah dan kokoh, menurut bentuk adat istiadat Minangkabau, bergonjot empat, beratap ijuk dan bertahtakan timah. Diujung kedua pihak itu ada anjung peranginan, serambi muka bergonjong pula, lumbung empat buah berlerat dihalaman.
Ø
Amanat
Ada beberapa amanat
yang disampaikan pengarang dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wujck. Antara
lain:
a) Menyampaikan bahwa pendidikan itu sangatlah penting. Hal ini disampaikan lewat tokohnya Zainudin yang merantau kenegeri seberang untuk menuntut ilmu agama yang karena di padang telah banyak terdapat sekolah-sekolah agama.
a) Menyampaikan bahwa pendidikan itu sangatlah penting. Hal ini disampaikan lewat tokohnya Zainudin yang merantau kenegeri seberang untuk menuntut ilmu agama yang karena di padang telah banyak terdapat sekolah-sekolah agama.
b) Mengambil
keputusan hendaknya dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Setelah segala permintaan dari pihak Aziz disampaikan orang kepada Datuk … dan kepada segala ninik mamak yang berkuasa di dalam rumah nan gadang itu; setelah sampai pula surat yang dikirimkan Zainudin , diadakanla permusyawaratan ninik mamak menurut adat yang dipakai.
Setelah segala permintaan dari pihak Aziz disampaikan orang kepada Datuk … dan kepada segala ninik mamak yang berkuasa di dalam rumah nan gadang itu; setelah sampai pula surat yang dikirimkan Zainudin , diadakanla permusyawaratan ninik mamak menurut adat yang dipakai.
c) Dalam bertindak
hendaknya berdasarkan norma-norma sosial. Dalam novel ini diceritakan kisah
percintaan Hayati dan Zainudin . Dalam pertemuan antara keduanya, mereka tidak
hanya berdua, Hayati selalu ditemani oleh Ahmad, adiknya. Hal itu dilakukan
agar tidak menjadi fitnah ditengah kehidupan bermasyarakat.
d) Saat kita sedang
menghadapi suatu masalah sebaiknya kita berserah diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa meminta pertunjuk. Begitulah yang dilakukan Hayati dan Zainudin saat mereka
bingung mengenai perasaannya. Berikut kutipannya:
Maka dalam malam yang hening itu, naiklah dua doa permohonan gaib, permohonan dari dua makhluk yang lemah dan memohon persandaran, yang keduanya tentu akan diterima Tuhan dengan segenap keadilan.
Maka dalam malam yang hening itu, naiklah dua doa permohonan gaib, permohonan dari dua makhluk yang lemah dan memohon persandaran, yang keduanya tentu akan diterima Tuhan dengan segenap keadilan.
e) Jangan
memelihara dendam kepada orang lain. Walupun orang lain itu telah menyakiti
hati kita. Hal ini di sampaikan penulis lewat tokoh Zainudin . Zainudin tidak
sedikit pun menaruh dendam kepada Hayati dan Aziz yang telah begitu menyakiti
hatinya. Dia bahkan membantu mereka saat dalam kesusahan. Menampung mereka
karena rumah mereka disurabaya disita orang karena terbelit hutang.
f) Selalu menjaga
amanat. Hal ini dilakukan oleh tokoh Muluk yang senantiasa menjaga rahasia
Zainudin . Tidak hanya lewat tokoh Muluk pesan itu disampaikan, namun juga
lewat tokoh Mak Base, ibu angkat Zainudin . Dia menjaga warisan yang
ditinggalkan ayahnya Zainudin dengan tidak menyalahgunakan harta tersebut.
Ø
Sudut
pandang
Sudut pandang yang digunakan
pengarang untuk merangkai cerita dalam novel tenggelamnya kapal Van Der Wijck
menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal. Karena pengarang dalam
bercerita menyebutkan langsung nama dan menggunakan kata ganti orang ketiga
yaitu”dia”. Berikut kutipannya
Tak dapat Zainudin mengatakan dia orang Padang, tak kuasa lidahnya menyebutnya dia orang Minangkabau. Dan dia tidak berhak diberi gelar pusaka, sebab dia tidak bersuku.
Tak dapat Zainudin mengatakan dia orang Padang, tak kuasa lidahnya menyebutnya dia orang Minangkabau. Dan dia tidak berhak diberi gelar pusaka, sebab dia tidak bersuku.
Ø
Gaya
bahasa
Gaya bahasa yang digunakan
pengarang dalam merangkai cerita adalah menggunakan bahasa melayu yang baku dan
dan penggunaan gaya bahasa perumpamaan yang mencolok dalam cerita. Pemilihan
kata yang digunakan juga tampak lebih mengedepankan kata-kata yang mengandung
unsur-unsur keindahan sehingga nampak sekali bahasa sastranya. Hal itu
dibuktikan dalam kutipan:
Kutipan 1
Mereka bertangis-tangisan, karena berat sangka Mak Base bahwa Zainudin tidak akan bertemu dengan dia lagi.
Kutipan 2
Sekarang “hati” itu telah kembali, sebab … mencintai Hayati!
Tiba-tiba, timbul pulalah seruan dari jiwanya kepada Tuhan yang melindungi seluruh alam, diserukannya diwaktu tengah malam demikian, di waktu segala do’a makbul. “pujianku tetaplah pada-Mu, ya Illahi! Saya telah beroleh hidup seorang perempuan tempat saya mengadu hal. Perempuan yang budiman, adalah laksana matahari yang terbit di waktu fajar bagi orang yang menunggu kedatangan siang. Permpuan yang budiaman adalah laksana surat jendral yang dikirim dari medan perang menyatakan kemenangan kepada raja yan gmengutusnya. Dia adalah sebagai udara, tampang kehidupan yang akan dihisap oleh manusia dalam nafasnya yang turun naik.”
Kutipan 3
“Bagaimana kalau dia makan hati berulam janutung, sebab maksudnya tidak sampai. Berapa banyaknya gadis-gadis yang membunuh diri lantaran tidak bertemu dengan yang dicintainya, atau dia mati merana saja?” Kata Limah
Kutipan 1
Mereka bertangis-tangisan, karena berat sangka Mak Base bahwa Zainudin tidak akan bertemu dengan dia lagi.
Kutipan 2
Sekarang “hati” itu telah kembali, sebab … mencintai Hayati!
Tiba-tiba, timbul pulalah seruan dari jiwanya kepada Tuhan yang melindungi seluruh alam, diserukannya diwaktu tengah malam demikian, di waktu segala do’a makbul. “pujianku tetaplah pada-Mu, ya Illahi! Saya telah beroleh hidup seorang perempuan tempat saya mengadu hal. Perempuan yang budiman, adalah laksana matahari yang terbit di waktu fajar bagi orang yang menunggu kedatangan siang. Permpuan yang budiaman adalah laksana surat jendral yang dikirim dari medan perang menyatakan kemenangan kepada raja yan gmengutusnya. Dia adalah sebagai udara, tampang kehidupan yang akan dihisap oleh manusia dalam nafasnya yang turun naik.”
Kutipan 3
“Bagaimana kalau dia makan hati berulam janutung, sebab maksudnya tidak sampai. Berapa banyaknya gadis-gadis yang membunuh diri lantaran tidak bertemu dengan yang dicintainya, atau dia mati merana saja?” Kata Limah
Ø
Nilai
social :
Ø
Nilai
budaya
Ø
Nilai
agama
Ø
Nilai
estetika
4.
Kelemahan
buku :
Label yang diberikan penerbit
seharusnya sama dengan apa yang ditulis oleh penulis. Bukan sebuah “novel” tapi
sebuah “memoar”.
5.
Kelebihan
buku
1.
Cover buku cukup menarik dan sesuai dengan keadaan penulis pada saat itu yang
menjadi seorang mahasiswa di Yogjakarta. (yaitu diikut sertakannya tugu Yogja
pada Cover tsb.)
2.
Buku ini menceritakan kisah dari seorang mahasiswa.
3.
Buku ini ditulis dengan jujur dan apa adanya, tidak ada dramatisasi kisah
seperti layaknya sebuah novel yang diangkat dari kisah nyata.
4.
Buku ini mengajarkan kita akan arti perjuangan yang akan sia-sia tanpa
pengorbanan dan usaha yang keras.
6.
Synopsis
Di wilayah Mengkasar, di
tepi pantai, di antara
Kampung Baru dan Kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar. Di
sanalah hidup seorang pemuda berumur 19 tahun. Pemuda itu bernama Zainuddin.
Saat ia termenung, ia teringat pesan ayahnya ketika akan meninggal. Ayahnya
mengatakan bahwa negeri aslinya bukanlah Mengkasar.
Di Negeri
Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) 30 tahun
lampau, seorang pemuda bergelar Pendekar Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih,
yang merupakan pewaris tunggal harta peninggalan ibunya. Karena tak bersaudara
perempuan, maka harta bendanya diurus oleh mamaknya. Datuk Mantari labih
hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untuk kemenakannya tak boleh
menggunakannya. Hingga suatu hari, ketika Pendekar Sutan ingin menikah namun
tak diizinkan menggunakan hartany atersebut, terjadilah pertengkaran yang
membuat Datuk Mantari labih menemui ajalnya. Pendekar Sutan ditangkap, saat itu
ia baru berusia 15 tahun. Ia dibuang ke Cilacap, kemudian dibawa ke Tanah
Bugis. Karena Perang Bone, akhirnya ia sampai di Tanah Mengkasar. Beberapa
tahun berjalan, Pendekar Sutan bebas dan menikah dengan Daeng Habibah, putri
seorang penyebar agama islam keturunan Melayu. Empat tahun kemudian, lahirlah
Zainuddin.
Saat Zainuddin masih
kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian ayahnya menyusul ibunya. Ia
diasuh Mak Base. Pada suatu hari, Zainuddin meminta izin Mak Base untuk pergi
ke Padang Panjang, negeri asli ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base melepas
Zainuddin pergi.
Sampai di Padang Panjang,
Zainuddin langsung menuju Negeri Batipuh. Sesampai di sanan, ia begitu gembira,
namun lama-lama kabahagiaannya itu hilang karena
semuanya ternyata tak seperti yang ia harpakan. Ia masih dianggap orang asing,
dianggap orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa malang dirinya, karena di negeri
ibunya ia juga dianggap orang asing, orang Padang. Ia pun jenuh hidup di
padang, dan saat itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat
hatinya gelisah, menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari
surat-menyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan kahirnya saling cinta.
Kabar kedekatan mereka
tersiar luas dan menjadi bahan gunjingan semua orang Minang. Karena keluarga
Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi keluarganya.
Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi kemaslahatan Hayati,
mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh.
Zainuddin pindah ke
Padang Panjang dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati
datang ke Padang Panjang. Ia menginap di rumah temannya bernama Khadijah. Satu
peluang untuk melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin.
Namun hal itu terhalang oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz, kakak Khadijah
yang juga tertarik oleh kecantikan Hayati.
Mak Base meninggal, dan
mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia akhirnya mengirim surat
lamaran kepada Hayati di Batipuh. Hal itu bersamaan pula dengan datangnyarombongan
dari pihak Aziz yang juga hendak melamar Hayati. Zainuddin tanpa menyebutkan
harta kekayaan yang dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati dan
menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih beradab.
Zainuddin tak kuasa
menerima penolakan tersebut. Apalagi kata sahabatnya, Muluk, Aziz adalah
seorang yang bejat moralnya. Hayati juga merasakan kegetiran. Namun apalah
dayanya di hadapan ninik mamaknya. Setelah pernikahan Hayati, Zainuddin jatuh
sakit.
Untuk melupakan masa
lalunya, Zainuddin dan Muluk pindah ke Jakarta. Di sana Zainuddin mulai
menunjukkan kepandaiannya menulis. Karyanya dikenal masyarakat dengan nama
letter “Z”. Zainuddin dan Muluk pindah ke Surabaya, dan ia pun akhirnya menjadi
pengarang terkenal yang dikenal sebagai hartawan yang dermawan.
Hayati dan Aziz hijrah ke
Surabaya. Semakin lama watak asli Aziz semakin terlihat juga. Ia suka berjudi
dan main perempuan. Kehidupan perekonomian mereka makin memprihatinkan dan
terlilit banyak hutang. Mereka diusir dari kontrakan, dan secara kebetulan
mereka bertemu dengan Zainuddin. Mereka singgah di rumah Zainuddin. Karena tak
kuasa menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, Aziz meninggalkan istrinya untuk
mencari pekerjaan ke Banyuwangi.
Beberapa hari kemudian,
datang dua surat dari Aziz. Yang pertama berisi surat perceraian untuk Hayati,
yang kedua berisi surat permintaan maaf dan permintaan agar Zainuddin mau
menerima Hayati kembali. Setelah itu datang berita bahwa Aziz ditemukan bunuh
diri di kamarnya. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi
kepadanya. Namun karena masih merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh Hayat
pulang ke kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang dengan menumpang
Kapal Van Der Wijck.
Setelah Hayati pergi,
barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup tanpa Hayati. Apalagi
setelah membaca surat Hayati yang bertulis “aku cinta engkau, dan kalau kumati,
adalah kematianku di dalam mengenang engkau.” Maka segeralah ia hendak menyusul
Hayati ke Jakarta. Saat sedang bersiap-siap, tersiar kabar bahwa kapal Van Der
Wijck tenggelam. Seketika Zainuddin langsung syok, dan langsung pergi ke Tuban
bersama Muluk untuk mencari Hayati.
Di sebuah rumah sakit di
daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang terbarng lemah sambil
memegangi foto Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena
setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam dekapan
Zainuddin.
Sejak saat itu, Zainuddin
menjadi pemenung. Dan tanpa disadari siapapun ia meninggal dunia. Kata Muluk,
Zainuddin meninggal karena sakit. Ia dikubur bersebaelahan dengan pusara
Hayati.
7.
Biografi
pengarang
Tahun
1928, ia menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929,
Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah. Dua tahun kemudian, ia menjadi
konsultan Muhammadiyah di Makassar. Kemudian, ia juga terpilih menjadi ketua
Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah. Ia
menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada 1946.
Pada
tahun 1947, Hamka diangkat menjadi Ketua Barisan Pertahanan Nasional Indonesia.
Pada 1953, Hamka terpilih sebagai Penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada
26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka
sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Namun, pada 1981 ia meletakkan
jabatan tersebut karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Dari
1964 hingga 1966, Hamka selalu dipenjarakan oleh Presiden Soekarno. Ia dituduh
pro-Malaysia. Selama di penjara, ia menulis Tafsir Al-Azhar yang
merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, ia diangkat
sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional Indonesia, anggota Majelis
Perjalanan Haji Indonesia, dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia. Selain
aktif dalam soal keagamaan dan politik. Hamka juga seorang wartawan, penulis,
dan editor. Sejak 1920-an, ia menjadi wartawan beberapa surat kabar, seperti Pelita
Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada
1928, ia menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada 1932, ia
menerbitkan majalah Al-Mahdi di Makasar. Ia juga pernah menjadi editor
majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.
Hamka
juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif, seperti novel dan
cerpen. Karya ilmiah terbesarnya adalah Tafsir Al-Azhar (5 jilid). Di
antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastra
di Malaysia dan Singapura adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, Di Bawah
Lindungan Ka’bah, dan Merantau ke Deli. Hamka pernah menerima beberapa
anugerah pada peringkat nasional dan antarabaangsa, seperti kehormatan Doctor
Honoris Causa, Universitas Al-Azhar pada 1958, Doktor Honoris Causa,
Universitas Kebangsaan Malaysia pada 1974, dan gelar Datuk Indono dan Pangeran
Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Hamka
wafat pada 24 Juli 1981. Jasa dan pengaruh Hamka masih tersisa hingga kini
dalam memartabatkan agama Islam. Ia bukan saja diterima sebagai tokoh, ulama,
sastrawan di tanah kelahirannya. Jasa Hamka juga dikenal di Malaysia dan
Singapura.